Sunday, 15 June 2014

Kapur Barus

Sebuah kapur barus selalu disimpan rapat-rapat dalam sebuah tempat plastik yang sempit tidak ada sirkulasi saat tidak digunakan.

Ketika ia akan memulai tugasnya maka barulah dikeluarkan dari "penjara" kecilnya yang pengap. Lagi-lagi ia akan diletakkan begitu saja, ada yang di dalam lemari yang gelap dan sesak maupun juga di sudut-sudut toilet yang lembab dan sering berbau.

Ia tak bisa kemana-mana selain berdiam di sana menebarkan gas yang terus menggerus tubuhnya sampai habi...s. Saat aroma yang keluar dari tubuhnya memenuhi lemari yang sesak atau toilet yang lembab, kita pun merasakan manfaat tersebut tetapi tak pernah memikirkannya apalagi berterima kasih kepada sang kapur barus.

Saat tubuhnya terus mengecil dan akhirnya "lenyap" maka tiada yang akan mengingat sang kapur barus yang baru saja mengakhiri pengabdiannya. Yang kita tahu ia adalah kapur barus, dan setelah ia lenyap maka saatnya mengganti dengan kapur barus yang lain, demikian seterusnya.

Setiap kita mempunyai kapur barus berupa kebaikan, ia akan menebar aroma kebahagiaan kepada sekeliling kita. Sering kita menebar "kapur barus" bukan untuk menebarkan aroma kebahagiaan, namun lebih kepada keinginan untuk dikenali sebagai "kapur barus" milik kita.
Kebaikan tidaklah memilih tempat yang nyaman, ia mengisi setiap relung yang membutuhkannya tidak bergantung apakah sekeliling melihat "kapur barus" kita. Kebaikan yang memberi manfaatlah sesungguhnya yang berarti, bukan siapa yang memberi kebaikan itu.

Sesungguhnya dimana pun dan bagaimana pun kondisinya, kebaikan tetaplah kebaikan dan tidak akan "hilang" hanya karena tidak lagi diingat orang. Apalagi kebaikan mempunyai "kekuatan" yang jauh melebihi dari sekadar kapur barus, bukan?

We don't see things as they are, we see them as we are. (Anais Nin)

Sumber : SL-Books

featured-content